Berbagai Prestasi Membanggakan Santri Ponpes Nur Ihsan di Tahun 2017

Awal tahun 2017, menjadi awal yang begitu baik bagi para santri Ponpes Nur Ihsan, khususnya santri putri. Beberapa prestasi ditorehkan para santri putri. Tercatat ada santri yang berprestasi pada bidang keilmuan pembacaan al-qurán, dan juga ada yang berprestasi pada bidang keolahragaan, yakni tenis meja.

Prestasi ini diharapkan mampu dipertahankan bahkan semoga terus ditingkatkan seiring dengan berjalannya waktu. Dan tidak lupa juga semoga prestasi ini menular ke santri putra Ponpes Nur Ihsan.
Di bawah ini beberapa santri putri yang berprestasi yaitu sebagai berikut

Nadia Eka Safitri

Nadia dengan Piala kejuaraannya
Santri putri yang tahun ini lulus SMA ini, merupakan putri sulung dari Bapak Sutrisno, penasehat Ponpes Nur Ihsan. Nadia sudah menjadi langganan juara tenis meja sejak kecil. Dia menjadi pelopor dan sumber inspiratif bagi para santri putri yang lain untuk ikut menorehkan prestasi dalam bidang keolahragaan, khususnya tenis meja.

Bakat tenis meja ini juga terlihat menurun pada adiknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar, Nabila Eva Azzahra, bahkan tidak hanya tenis meja, kedua bersaudara ini juga pandai dalam bidang catur. Seringkali para orang dewasa kalah dalam pertandingan catur dengan mereka.
Beberapa prestasi yang ditorehkan oleh Nadia Eka Safitri di antaranya adalah:

  • Juara harapan tenis meja tingkat Jawa Tengah tahun 2009
  • Juara 1 tenis meja Kadet tingkat Kabupaten Rembang tahun 2011
  • Juara 1 tenis meja Junior tingkat Kabupaten Rembang tahun 2016
  • Juara 1 tenis meja Junior tingkat Kabupaten Rembang tahun 2017

Kharisma Ratna Anis Fitriani
Kharisma, juara 2 tartil Al Qur'an tingkat Kabupaten
Santri putri yang satu ini terlihat pemalu, namun ketika dia mulai melantunkan ayat-ayat al-qur’an, suaranya sangat merdu dan syahdu. Tidak salah ketika dia ikut lomba tartil baca al-qur’an tingkat Kabupaten Rembang dia memperoleh juara 2. Sangat membanggakan.

Di tengah degradasi zaman, generasi muda yang semakin jauh dari siraman ajaran keagamaan, khususnya dalam bidang al-qur’an, Kharisma Ratna Anis Fitriani muncul sebagai salah satu santri putri yang diharapkan mampu terus menjaga tradisi mengaji al-qur’an, dan melantunkannya dengan indah, serta kelak akan mengamalkan ilmunya, mengajarkannya pada generasi mendatang.

Ismawatun Rahma Prihantini
Lagi, santri putri yang berprestasi dalam bidang tenis meja, selain Nadia Eka Safitri, adalah Mbak Isma, begitu ia biasa dipanggil. Putri dari Bapak Jamari, santri senior dari Ponpes Nur Ihsan. Isma berasal dari daerah Pekuwon, Juwana. Sejak kecil Isma sudah dipondokkan di Pesantren Nur Ihsan ini, bahkan sudah seperti putri Yai sendiri.
Isma, juara 1 Tenis Meja tingkat Kabupaten
Meskipun orangnya terkesan “galak”, namun Mbak Isma ternyata pintar mengaji dan juga termasuk salah satu santri yang membuat bangga Ponpes Nur Ihsan.
Terbukti pada tahun 2017 ini, dia mengukirkan prestasinya sebagai Juara 1 Tenis Meja Aksioma se Kabupaten Rembang.

Ana Mu’áwanah
Ana, Juara 2 tartil Al Qur'an 
Ana Mu’awanah, santri putri yang satu ini pernah menjadi Juara 2 Lomba Tartil al-qur’an pada SMA Negeri 1 Sulang pada tahun 2016. Bakat mengajinya sudah terlihat sejak awal dia mondok. Bersama dengan Kharisma Ratna Anis Fitriani, ke depan diharapkan santri putri Ponpes Nur Ihsan ini, akan terus meningkatkan kemampuan, keilmuan membaca al-qur’an nya, dan bisa diamalkan kepada santri-santri yang lain.

Read more


Kegiatan Rutin Pembacaan Maulid Al-Barzanji oleh Santri Ponpes Nur Ihsan

Pembacaan Maulid Al-Barzanji merupakan kegiatan rutin santri Ponpes Nur Ihsan yang dilaksanakan setiap malam Jum’at. Kegiatan ini merupakan bukti kecintaan para santri akan Sang Nabi akhir zaman, Muhammad SAW. Dengan pembacaan maulid nabi ini, para santri bisa mengingat kembali akan keagungan, kebesaran Nabi Muhammad, dan sekaligus berusaha memahami dan meneladani beliau dalam kegiatan sehari-hari.

Read more


Kesenian Hadrah, Rebana Al-Ihsan

Rebana, sebuah alat musik pukul yang begitu popular di lingkungan Pondok Pesantren manapun di Indonesia. Rebana sudah menjadi sebuah budaya islami, dan masih terjaga sampai sekarang. 

Rebana berasal dari kata “Rabbana”, dalam bahasa arab, yang berarti “Tuhanku/Tuhan kami”, panggilan terhadap Tuhan, Allah SWT, hal ini mengacu pada syair-syair yang berisi doa, pujian, baik kepada Allah SWT maupun kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga seringkali rebana dijadikan sebagai media dakwah untuk mengajak, menyebarkan sekaligus memahamkan masyarakat tentang ajaran Agama Islam.

Read more


SK Kemenkumham



Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Nomor AHU-0026083.AH.01.04.Tahun 2015
Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Yayasan Nur Ihsan Desa Pranti, ditetapkan di Jakarta, tanggal 25 November 2015

Read more


Piagam Izin Operasional


Berdasarkan atas peraturan Nomor 55 tahun 2007, tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan dan juga Peraturan Menteri Agama nomor 13 tahun 2014 tentang Pendidikan Agama Islam dan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5877 Tahun 2014 tentang Pedoman Izin Operasional Pondok Pesantren, dengan ini Pondok Pesantren Nur Ihsan diberikan hak menurut hukum untuk menyelenggarakan pendidikan keagamaan Islam dan hak-hak lainnya berdasarkan aturan yang berlaku.

Read more


Santri Pondok Pesantren Nur Ihsan rutin Mengaji Kitab Salaf

Salah satu kegiatan rutin yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Nur Ihsan ini adalah kegiatan Mengaji Kitab Salaf.
Mengaji Kitab Salaf

Berbagai macam kitab yang dipelajari antara lain :

  • Fathul Qarib, kitab tentang fiqh sehari-hari, membahas tentang berbagai syarat dan rukun ibadah, serta mu'amalah.
  • Ta'lim al-Muta'allim, mempelajari tentang adab dan tata cara seorang Thalib (Pencari Ilmu) dalam mempelajari ilmu.
  • Kifayah 'Al-Awam, tentang ketauhidan, tentang rukun Islam, dan Iman.
  • Tarikh, kitab tentang sejarah Islam, dan penyebarannya.

Dan masih banyak lagi, yang berkaitan tentang ilmu-ilmu syari'at. Semoga bermanfaat.

Read more


Uwais Al-Qarni, Pemuda Istimewa Penyayang Ibunda


“Belum dikatakan berbuat baik kepada Islam, orang yang belum berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tuanya.” Syaikhul Jihad Abdullah Azzam

Di Yaman, tinggallah seorang pemuda bernama Uwais Al Qarni yang berpenyakit sopak. Karena penyakit itu tubuhnya menjadi belang-belang. Walaupun cacat tapi ia adalah pemuda yang saleh dan sangat berbakti kepada ibunya, seorang perempuan wanita tua yang lumpuh. Uwais senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan ibunya. Hanya satu permintaan yang sulit ia kabulkan.

“Anakku, mungkin Ibu tak lama lagi akan bersamamu. Ikhtiarkan agar ibu dapat mengerjakan haji,” pinta sang ibu.

Mendengar ucapan sang ibu, Uwais termenung. Perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh, melewati padang tandus yang panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan. Lantas bagaimana hal itu dilakukan Uwais yang sangat miskin dan tidak memiliki kendaraan?

Uwais terus berpikir mencari jalan keluar. Kemudian, dibelilah seekor anak lembu, kira-kira untuk apa anak lembu itu? Tidak mungkin pergi haji naik lembu. Uwais membuatkan kandang di puncak bukit. Setiap pagi ia bolak-balik menggendong anak lembu itu naik turun bukit. “Uwais gila... Uwais gila..” kata orang-orang yang melihat tingkah laku Uwais. Ya, banyak orang yang menganggap aneh apa yang dilakukannya tersebut.

Tak pernah ada hari yang terlewatkan ia menggendong lembu naik-turun bukit. Makin hari anak lembu itu makin besar, dan makin besar pula tenaga yang diperlukan Uwais. Tetapi karena latihan tiap hari, anak lembu yang membesar itu tak terasa lagi.

Setelah 8 bulan berlalu, sampailah pada musim haji. Lembu Uwais telah mencapai 100 kilogram, begitu juga otot Uwais yang makin kuat. Ia menjadi bertenaga untuk mengangkat barang. Tahukah sekarang orang-orang, apa maksud Uwais menggendong lembu setiap hari? Ternyata ia sedang latihan untuk menggendong ibunya.

Uwais menggendong Ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Makkah! Subhanallah, alangkah besar cinta Uwais pada ibunya itu. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi keinginan ibunya.

Uwais berjalan tegap menggendong ibunya wukuf di Ka’bah. Ibunya terharu dan bercucuran air mata telah melihat Baitullah. Di hadapan Ka’bah, ibu dan anak itu berdoa.

“Ya Allah, ampuni semua dosa ibu,” kata Uwais.

“Bagaimana dengan dosamu?” tanya sang Ibu keheranan.

Uwais menjawab, “Dengan terampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuk surga. Cukuplah ridha dari ibu yang akan membawaku ke surga.”

Itulah keinginan Uwais yang tulus dan penuh cinta. Allah subhanahu wata’ala pun memberikan karunia untuknya. Uwais seketika itu juga sembuh dari penyakit sopaknya. Hanya tertinggal bulatan putih ditengkuknya. Tahukah kalian apa hikmah dari bulatan disisakan di tengkuknya Uwais tersebut? Ituah tanda untuk Umar bin Khaththab dan Ali bin Abi Thalib, dua sahabat Rasulullah untuk mengenali Uwais.

Beliau berdua sengaja mencari di sekitar Ka’bah karena Rasulullah berpesan, “Di zaman kamu nanti akan lahir seorang manusia yang doanya sangat makbul. Kalian berdua, pergilah cari dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dia dibesarkan di Yaman.”

“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah, membenci padamu banyak bicara, dan banyak bertanya, demikian pula memboroskan harta (menghamburkan kekayaan).” (HR Bukhari dan Muslim)

Uwais Al Qarni pergi ke Madinah

Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais Al Qarni sampai juga di kota Madinah. Segera ia mencari rumah Nabi Muhammad. Setelah ia menemukan rumah Nabi, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais Al Qarni menyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi tidak berada di rumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al Qarni hanya dapat bertemu dengan Siti Aisyah r.a., istri Nabi. Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi, tetapi Nabi tidak dapat dijumpainya.

Dalam hati Uwais Al Qarni bergejolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi dari medan perang. Tapi kapankah Nabi pulang? Sedangkan masih terniang di telinganya pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu,agar ia cepat pulang ke Yaman, “Engkau harus lepas pulang.”

Akhirnya, karena ketaatanya kepada ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi. Karena hal itu tidak mungkin, Uwais Al Qarni dengan terpaksa pamit kepada Siti Aisyah r.a., untuk segera pulang kembali ke Yaman, dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi. Setelah itu, Uwais pun segera berangkat pulang mengayunkan lengkahnya dengan perasaan amat sedih dan terharu.

Peperangan telah usai dan Nabi pulang menuju Madinah. Sesampainya di rumah, Nabi menanyakan kepada Siti Aisyah r.a., tentang orang yang mencarinya. Nabi mengatakan bahwa Uwais anak yang taat kepada orang ibunya, adalah penghuni langit. Mendengar perkataan Nabi, Siti Aisyah r.a. dan para sahabat tertegun. Menurut keterangan Siti Aisyah r.a. memang benar ada yang mencari Nabi dan segera pulang ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Nabi Muhammad melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al Qarni, penghuni langit itu, kepada sahabatnya, “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya.”

Sesudah itu Nabi memandang kepada Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khaththab seraya berkata, “Suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”

Waktu terus berganti, dan Nabi kemudian wafat. Kekhalifahan Abu Bakar pun telah digantikan pula oleh Umar bin Khaththab. suatu ketika Khalifah Umar teringat akan sabda Nabi tentang Uwais Al Qarni, penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kembali sabda Nabi itu kepada sahabat Ali bin Abi Thalib. Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib selalu menanyakan tentang Uwais Al Qarni, si fakir yang tak punya apa-apa itu. yang kerjanya hanya menggembalakan domba dan unta setiap hari? Mengapa Khalifah Umar dan sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib selalu menanyakan dia?

Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais Al Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu pun tiba di kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang baru datang dari Yaman, segera Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais ada bersama mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib segera pergi menjumpai Uwais Al Qarni.

Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang salat. Setelah mengakhiri salatnya dengan salam, Uwais menjawab salam Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib sambil mendekati kedua sahabat Nabi tersebut dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah dengan segera membalikan telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan Nabi. Memang benar! Tampaklah tanda putihdi telapak tangan Uwais Al Qarni.

Wajah Uwais nampak bercahaya. Benarlah seperti sabda Nabi. Bahwa ia adalah penghuni langit. Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah”. Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais Al Qarni”.

Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. akhirnya Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib memohon agar Uwais membacakan doa dan Istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “Saya lah yang harus meminta do’a pada kalian”.

Mendengar perkataan Uwais, “Khalifah berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan istighfar dari Anda”. Seperti dikatakan Rasulullah sebelum wafatnya. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais Al Qarni akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menampik dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”

Fenomena ketika Uwais Al Qarni Wafat

Beberapa tahun kemudian, Uwais Al Qarni berpulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan di mandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang ingin berebutan ingin memandikannya. Dan ketika di bawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang sudah menunggu untuk mengafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburannya, di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa ke pekuburannya, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk menusungnya.

Meninggalnya Uwais Al Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak kenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais Al Qarni adalah seorang yang fakir yang tidak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.

Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “Siapakah sebenarnya engkau Wahai Uwais Al Qarni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari hanyalah sebagai pengembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatnya, engkau menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal.mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya.”

Berita meninggalnya Uwais Al Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi ketika wafatnya telah tersebar kemana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais Al Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al Qarni disebabkan permintaan Uwais Al Qarni sendiri kepada Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib agar merahasiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya mereka mendengar sebagaimana yang telah di sabdakan oleh Nabi, bahwa Uwais Al Qarni adalah penghuni langit.

Begitulah Uwais Al Qarni, sosok yang sangat berbakti kepada orang tua, dan itu sesuai dengan sabda Rasulullah ketika beliau ditanya tentang peranan kedua orang tua. Beliau menjawab, “Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu atau nerakamu.” (HR Ibnu Majah).

Read more


Struktur Organisasi

PENASEHAT : 1. HADI SUBENO SOSRO WERDOYO
2. SUTRISNO

PELINDUNG : DRS. DAHLAN
PENGASUH : K. MUHAMMAD IBRAHIM AL-MAJID
KETUA : SIMIN
SEKRETARIS : SAFUR FA'ADI, M. ALI FATHONI
BENDAHARA : HENRI HENDRAWAN
HUMAS : Drs. HADI WIRAWAN, S. Kom, SAMPURNO




Read more


Arti Lambang




Arti Logo/Lambang
1. Warna Dasar Hijau
Melambangkan kemakmuran kesejahteraan
2. Garis Orange Melingkar
Melambangkan kehangatan, kenyamanan dan keceriaan
3. Tali Melingkar di Bagian Luar
Melambangkan ikatan persaudaraan kebersamaan
4. Bintang Besar
Melambangkan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW
5. Empat Bintang di Bawahnya
Melambangkan kepemimpinan khulafaurrasyidin (Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar, Sayyidina 'Utsman, Sayyidina 'Ali)
6. Empat Bintang di Bawahnya
Melambangkan empat madhab (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i, Imam Hambali)
7. Jumlah Bintang ada Sembilan
Melambangkan Wali Songo, penyebar Islam di Tanah Jawa
8. Gambar Globe
Melambangkan Bumi tempat manusia hidup dan mencari kehidupan, yaitu dengan berjuang, beramal dan berilmu
9. Gambar Air
Melambangkan ilmu bagaikan air yang dibutuhkan setiap insan untuk hidup dan menjalani kehidupan
10. Dua Pohon Kelapa
Melambangkan kemanfaatan dari setiap bagiannya mulai dari ujung daun sampai ujung akar
11. Dua Buku
Melambangkan Al-qur’an dan Hadits, sebagai dasar agama Islam
12. Pena
Melambangkan thalabul 'ilmi, mencari ilmu.

Read more


Visi dan Misi

Visi:
“ Mencetak para pemimpin berkualitas masa depan yang ber-akhlak mulia sebagai penerus dan pewaris perjuangan para Nabi & Rasul Allah di muka bumi ini hingga akhir zaman “.

Misi:
1. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
2. Meningkatkan kualitas pendidikan
3. Meningkatkan prestasi Santri sesuai dengan bakat, minat dan kreativitas
4. Meningkatkan, memelihara, melengkapi sarana dan prasarana pendidikan sebagai wujud meningkatnya layanan pendidikan
5. Meningkatkan disiplin semua personal dan meningkatkan kinerja
6. Mendorong dan membantu anak didik meraih prestasi sesuai dengan potensi yang dimiliki
7. Menanamkan disiplin semua santri dan SDM terkait.

Read more


Kontak

PONDOK PESANTREN NUR IHSAN
Desa Pranti RT 001 RW 001 Kecamatan Sulang Kabupaten Rembang

Telp : 0852 9012 5139 (Kang Fuadi)
          0815 7528 2592 (Kang Amri)
          0852 9099 9899 (Kang Aris)

No Rek Pondok

Bank        : BANK JATENG
A.n.          : YAYASAN NUR IHSAN  DESA PRANTI
No Rek     : 3-127-02781-1

Bank          : BRI
A.n.            : LEMBAGA PONPES NUR IHSAN
No Rek      : 6036-01-008561-53-0

Bank          : MANDIRI
A.n.            : YAYASAN NUR IHSAN DESA PRANTI
No Rek      : 135-00-1525557-1

Email : nurihsanponpes@gmail.com
Facebook : Kang bagus (Al-Ihsan)

Read more


Sejarah

Pondok Pesantren Nur-Ihsan Desa Pranti Rt 01 Rw 01 Kec. Sulang Kab. Rembang Jawa Tengah dirintis oleh Kyai Muhammad Ibrohim Al-Majid pada tahun 2005, beliau adalah santri dari Ulama Ahli Thoriqoh termashur Syekh Abdul Jalil Mustaqim Tulungagung Jawa Timur, yang sudah terkenal akan keilmuannya dalam bidang ilmu tasawuf.

Dengan latar belakang beliau sebagai santri Thoriqah, tentu awal berdirinya Pondok Pesanteren Nur-Ihsan ini kebanyakan muridnya adalah para santri yang bertujuan untuk belajar dan memperdalam keilmuannya dalam bidang rohani. Bahkan seringkali beliau menerima santri yang barangkali menurut khalayak umum dianggap sebagai orang yang mempunyai kelainan jiwa. Namun dengan seizin Allah SWT, para santri yang "berbeda" ini berangsur pulih, dan akhirnya sembuh total.

Seiring berjalannya waktu, para santri yang datang pun mulai bervariasi. Semakin ke sini semakin banyak santri yang tidak hanya butuh bimbingan secara rohani namun juga butuh dibimbing keilmuannya secara syar'i. Sehingga pengurus perlu untuk merumuskan sistem yang bisa mengakomodir keduanya. Baik dari sisi rohani maupun syar'i nya.

Pondok Pesantren Nur Ihsan ini dalam bimbingan syar'i nya berorientasi pada pembelajaran kitab Al-Qur’an, Al-Hadits dan kitab-kitab salaf lainnya yang ada kaitannya dengan syariát Islam. Baik yang bersinggungan dengan keilmuan fiqih misalnya maupun kelimuan tauhid, dan lain sebagainya.
Untuk bimbingan rohani, dalam hal ini langsung dibimbing oleh beliau Pengasuh Pondok Pesantren Nur Ihsan yaitu Kyai Muhammad Ibrahim Al-Majid, lewar berbagai macam amalan/laku yang harus ditempuh para santri. Seperti "laku suluk", khususi-an, sampai dengan melaksanakan bai'at thariqah.

Dengan kedua pola bimbingan ini, diharapkan para santri yang ada maupun yang sudah lulus dari Pondok Pesantren Nur Ihsan ini, kelak akan menjadi manusia yang tidak hanya cakap secara keilmuan syar'i saja, namun juga diberikan kekuatan rohani, sebagai ruh dari keilmuan itu sendiri. Mampu menjadi pelopor dalam menjaga dan menegakkan agama Allah, serta bisa bermanfaat untuk masyarakat di masing-masing lingkungannya.

Read more


Hafidz, Sang Penuang Cahaya

Inilah sepenggal kisah Syamsuddin Muhammad (1320-1389), yang kemudian dikenal dengan nama Hafizh, sang Pujangga Tuhan, penyair-sufi terkemuka. Dikisahkan bahwa saat ia berusia 21 tahun, ia bekerja sebagai pembantu pembuat roti. Pada suatu hari, Hafizh disuruh mengantar roti ke sebuah rumah besar. Saat ia sedang berjalan di halaman rumah besar itu, ia bertatap-pandang dengan seorang gadis yang menakjubkannya yang tengah berdiri di teras rumah. Tatap mata sang gadis itu demikian menawan hatinya. Hafizh pun jatuh cinta kepada sang gadis itu, meskipun sang gadis tidak mempedulikannya. Gadis itu putri seorang bangsawan yang kaya raya, sementara ia sendiri hanya seorang pembantu pembuat roti yang miskin. Gadis itu sangat cantik, sementara Hafizh berpostur pendek dan secara fisik tidak menarik, keadaan itu tanpa harapan.
Beberapa bulan berlalu, Hafizh pun menggubah beberapa puisi dan kidung-kidung cinta untuk merayakan kecantikan sang gadis pujaan dan kerinduan kepadanya. Orang-orang mendengarkan ia melagukan puisi-puisinya, dan ia mengulang-ulangnya. Puisi-puisi itu begitu menyentuh, sehingga ia menjadi terkenal di seantero Syiraz.
Hafizh selanjutnya menjadi demikian terpandang sebagai seorang pujangga, dan ia hanya memikirkan kekasihnya itu. Begitu berhasrat ia memenangkan hati sang gadis, ia pun menempuh berbagai upaya. Ia pun melakukan upaya disiplin ruhani yang berat, ia berkhalwat di makam seorang Waliyullah sepanjang malam selama 40 hari. Ia mengikuti sebuah saran, bahwa barangsiapa yang dapat menuntaskan langkah yang berat itu maka hasrat kalbunya akan dikabulkan. Setiap siang ia bekerja di toko roti, dan ketika malam tiba ia pun berkhalwat dan berdzikir sepanjang malam demi cintanya kepada sang gadis. Cintanya demikian kuat, membuatnya mampu menyelesaikan khalwat itu.
Pada fajar di hari ke-40, tiba-tiba muncullah sesosok malaikat di hadapan Hafizh, ia meminta Hafizh untuk mengucapakan apa yang menjadi keinginannya. Hafizh demikian terperangah, ia belum pernah melihat sesosok wujud yang demikian indah dan gemerlapan seperti sang malaikat itu. Dalam keterpukauannya Hafizh berfikir, “Jika utusan-Nya saja begitu indah, pastilah Tuhan jauh lebih indah!”
Sambil menatap cahaya malaikat Tuhan yang berkilauan, lupalah Hafizh menyangkut segala hal tentang sang gadis itu, sirnalah segala keinginanya. Dan, dari lisannya hanya keluar kata-kata: “Aku menginginkan Tuhan!”
Sang malaikat, yakni Jibril as. kemudian mengarahkan Hafizh kepada seorang guru ruhani yang hidup di Syiraz, yaitu Muhammad Aththar, sang pembuat parfum. Jibril as. memerintahkan Hafizh untuk melayani sang guru dengan segala cara, dan keinginanya itu akan terkabul. Hafizh bergegas menemui sang guru, dan mereka memulai bekerja bersama-sama, saat itu juga. Sang pujangga ini adalah seorang penuang Cahaya ke dalam sebuah sendok …
Diadaptasi dari bagian biografi Hafizh, buku “Hafizh: Aku Mendengar Tuhan Tertawa”, Daniel Ladinsky.

Read more